Curah Hujan – Pemahaman, Jenis, Alat Ukur & Sistem Perkiraan
Curah hujan yang turun ke bumi tidak lepas dari sebuah proses alami berkelanjutan, yaitu siklus hidrologi. Siklus hidrologi yang juga diketahui dengan siklus air, yakni proses yang diawali oleh menguapnya air ke atmosfer. Kemudian air dalam bentuk gas akan membentuk awan.
Selanjutnya, air dalam bentuk awan akan kembali turun ke bumi. Air yang turun ke bumi ini dikenal selaku hujan, baik berbentuk hujan air, hujan salju atau hujan es.
Sebagai negara yang terletak di garis khatulistiwa, Indonesia mempunyai trend kemarau dan penghujan yang dibilang sepadan. Adanya dua jenis musim ini memberi efek kepada kelangsungan hidup banyak sekali makhluk hidup di Indonesia.
Oleh alasannya adalah itu, pentingnya mengerti dan mengerti keadaan curah hujan setiap animo sangat diharapkan supaya aktivitas berjalan tanpa kendala, utamanya dalam bidang pangan.
Pengertian Hujan
Hujan adalah rangkaian proses presipitasi cairan, adalah fenomena alam terjadinya kondensasi uap air pada atmosfer yang mengalami penambahan uap air dan pendinginan, lalu mengalami ukiran satu sama lain, sehingga menjadi sebuah kejadian yang disebut hujan.
Air yang menguap ke atmosfer dan terkumpul disebut awan. Awan merupakan substansi massa aerosol yang terdiri dari kondensasi uap air, bubuk, garam laut, asap, dan berbagai macam zat mikroskopik higroskopis lain yang terangkat ke atmosfer.
Ketika jumlah awan semakin banyak, membengkak dan kian berat, serta menerima dampak tarikan gravitasi bumi, maka awan kembali turun menjauhi atmosfer.
Saat awan menuruni atmosfer, maka suhu sekelilingnya tidak lagi berada pada titik beku. Oleh alasannya adalah itu, awan yang berupa massa padat akan terkondensasi menjadi hujan (bila udara di sekelilingnya berada diatas suhu 0⁰ C) atau salju (bila udara di sekelilingnya berada dibawah suhu 0⁰ C).
Hasil kondensasi awan tidak selalu menyebabkan terjadinya hujan, utamanya jika massa uap air tidak lebih besar dan cepat dari pemikiran udara ke atas. Agar uap air dapat mencapai bumi dan menjadi hujan, maka dibutuhkan butiran atau tetes berskala sekitar 500 mikrometer.
Pada kawasan dengan iklim tropis dan subtropis, lazimnya hujan turun secara musiman (pembagian tahun berdasarkan iklim, lazimnya berlangsung selama 3 hingga 6 bulan per trend). Sementara pada wilayah lainnya yang berada di atas garis ekuator atau pada bagian utara dan selatan, biasanya hujan turun tidak menentu. Sehingga pada kawasan tersebut tidak mengenal trend penghujan.
Terdapat pula kawasan yang disebut hutan hujan tropis. Jenis hutan ini memiliki curah hujan sangat tinggi. Hujan selalu turun secara merata sepanjang tahun.
Proses Terjadinya Hujan
Turunnya hujan merupakan bagian dari siklus hidrologi yang terus berulang. Daur air ini dipengaruhi pula oleh aspek lain seperti suhu, cahaya matahari dan angin dalam pembentukan hujan.
Berikut ini yaitu proses terbentuknya hujan secara sederhana, yaitu:
1. Penguapan / Evapotranspirasi
Proses terjadinya hujan berawal dari penguapan air yang ada di bumi, baik dalam bentuk air permukaan (danau, maritim, sungai) serta benda-benda lain yang mengandung air menguap ke atmosfer.
Pada proses ini terjadi pergeseran bentuk zat yang berasal dari cairan menjad gas atau uap.
2. Pembentukan Awan
Uap air yang berasal dari porses penguapan akan naik sampai pada ketinggian atmosfer tertentu dan mengalami kondensasi. Kondensasi yaitu proses pergantian zat gas atau uap menjadi cair. Udara yang terkondensasi tersebut akan membentuk butiran air dalam ukuran tertentu.
3. Perpindahan Awan
Oleh karena efek angin, kumpulan titik-titik air di atmosfer akan berpindah tempat mengikuti arah tiupan angin. Dalam perjalanan tersebut, kemungkinan awan akan berjumpa satu sama lain dan akan membentuk kumpulan awan yang lebih besar.
Ketika awan telah berada dalam kondisi bosan kadar airnya, maka akan terjadi perubahan warna menjadi kelabu atau sering kita sebut mendung.
4. Hujan Turun
Awan yang mengandung butira-butiran air yang telah jenuh akan kian berat. Karena efek gravitasi, maka titik-titik air tersebut jatuh ke permukaan bumi atau disebut dengan hujan.
Jenis Hujan
Hujan memiliki berbagai macam jenis, baik dari segi struktur dan volume, serta dari penyebab terjadinya uap air yang membentuk hujan.
a. Hujan Berdasarkan Ukurannya
Berikut ialah jenis hujan menurut ukuran diameter titik air sampai hingga ke daratan.
1. Gerimis
Butiran air dan halus yang turun dari langit disebut dengan gerimis atau drizzle. Air gerimis emiliki diameter kurang dari 500 mikrometer. Hujan jenis ini berasal dari bab awan dengan ketinggian sedang, yaitu awan alto stratus yang mempunyai ketinggian 2.000 hingga 7.000 kaki di atas permukaan bahari.
2. Hujan Deras
Jenis hujan deras cirinya yakni air yang turun mempunyai diameter sekitar 700 sampai 1.000 mikrometer per butir dan terkondensasi dalam volume yang besar. Hujan kategori deras berasal dari awan cumulonimbus dengan ketinggian 2.000-16.000 kaki diatas permukaan maritim.
3. Hujan Es
Hujan es yakni hujan setempat yang jarang terjadi dan biasanya terjadi kurang lebih 10 menit . Penyebabnya ialah pengembunan mendadak. Hujan jenis ini mampu dialami oleh seluruh wilayah di dunia, tergolong wilayah tropis. Ukuran hujan es sekitar 6 cm per bongkahan. Hujan es berasal dari awan cumulonimbus yang bertumpuk secara vertikal hingga mencapai ketinggian 30.000 kaki atau lebih.
4. Salju
Salju ialah hujan yang berupa padat, berasal dari awan nimbostratus. Nimbostratus ialah awan dengan ketinggian sedang yang berada pada tempat cuek (wilayah di atas garis ekuator).

b. Hujan Berdasarkan Penyebab Terjadinya
Selain dibedakan dari ukuran atau volume hujan. Hujan juga dapat dibedakan dari penyebab penguapan uap air yang naik ke atmosfer sampai mengakibatkan hujan.
1. Hujan Siklonal
Hujan ini hanya terjadi pada kawasan yang dilalui oleh garis ekuator. Hujan siklonal terjadi saat terjadi penguapan karena cuaca panas hasil pertemuan angin pasat tenggara dan angin pasat timur laut. Uap air kemudian naik ke atas dan membentuk gumpalan awan gelap yang mengandung banyak uap air. Hujan yang turun sangat deras dan dibarengi angin, lazimnya cuma berjalan beberapa ketika.
2. Hujan Orografis
Merupakan hujan yang terjadi di wilayah dataran tinggi dan pegunungan. Hujan ini umumnya turun di daerah lereng gunung.
Hujan orografis terjadi akibat massa udara di pegunungan yang banyak mengandung uap air dipaksa bergerak ke atas menyesuaikan topografi. Semakin ke atas, suhu akan terus menurun, sehingga uap air terpresipitasi membentuk awan.
Awan yang terbentuk akan makin berat dan kembali turun terpesona oleh gravitasi. Kemudian awan tersebut dipengaruhi oleh angin fohn yang hangat dan bertiup diantara pegunungan, sehingga awan terkondensasi menjadi hujan.
3. Hujan Muson
Disebut dengan hujan muson, karena hujan ini terjadi dikala angin muson di kawasan sekitar samudera hindia dan asia sebelah selatan bertiup alasannya adalah suhu daratan lebih panas ketimbang suhu lautan. Angin yang bertiup disebabkan oleh tekanan udara yang rendah.
Tekanan udara rendah mampu membuat angin yang besar, besar lengan berkuasa, konstan dan bertiup dalam kurun tertentu. Angin dengan keadaan tersebut ialah ciri angin muson (animo).
- Angin Muson Barat yaitu angin yang bertiup dari benua Asia menuju ke benua Australia.
- Angin Muson Timur yakni angin yang bertiup dari benua Australia menuju ke benua Asia.
Angin muson yang menjadi penyebab turunnya hujan muson adalah angin muson barat. Angin ini bertiup dikala matahari berada pada selatan bumi dan bergerak melewati banyak perairan, seperti lautan, samudera, dan daratan luas yang memiliki tekanan udara tinggi (masbodoh), sehingga banyak menjinjing massa uap air, dan mengakibatkan hujan muson pada daerah yang dilewati garis ekuator.
4. Hujan Asam
Jenis hujan ini ialah yang paling berbahaya bagi kekayaan tanaman dan fauna air. Hujan asam terbentuk dari hasil penguapan emisi gas yang berasal dari hasil proses industri, seperti pabrik, pembangkit tenaga listrik dan asap knalpot yang dihasilkan kendaraan bermotor.
Gas yang menguap akan beroksidasi dan berdifusi menuju atmosfer. Ketika bercampur dengan air, unsur-unsur tersebut akan membentuk asam sulfat dan asam nitrat, kemudian turun menjadi hujan turun. Hujan asam mempunyai level keasaman atau kadar pH 5,6.
5. Hujan Frontal
Dalam bidang meteorologi, terdapat ungkapan front yang menjadi dasar dari nama hujan frontal. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan transisi 2 sifat massa udara, yakni panas menuju cuek dan sebaliknya.
Kondisi front lazimnya terjadi di kawasan subtropis yang menjadikan pergeseran cuaca yang ekstrim dengan curah hujan sungguh tinggi.
Terdapat dua dari lima macam keadaan front yang masuk dalam klasifikasi penyebab hujan frontal, ialah:
- Warm Front: Hujan frontal yang terjadi akibat massa udara panas menggantikan massa udara dingin, sehingga akan membentuk awan cirriform dan stratiform. Akibatnya, akan terjadi hujan gerimis yang berjalan selama 2-3 hari.
- Cold Front: Hujan frontal yang terjadi balasan massa udara hambar menggantikan massa udara panas, sehingga akan membentuk awan cumulonimbus dan cumulus. Akibatnya, akan terjadi hujan deras diikuti kilat yang berjalan selama 2-3 hari.
6. Hujan Zenithal
Hujan zenithal, hujan konveksi atau hujan naik tropis yakni satu jenis hujan yang serupa. Hujan ini cuma terjadi pada daerah tropis yang dilalui oleh garis ekuator, adalah berada pada lintang 23,5 LU – 23,5 LS.
Hujan ini terjadi akibat panas yang sangat terik dan berjalan dengan cepat sehingga uap air membentuk awan cumulonimbus. Akibatnya,hujan akan turun dengan deras dibarengi dengan petir.
Dari penjelasan perihal jenis-jenis hujan diatas, mampu ditarik kesimpulan bahwa secara umum dikuasai curah hujan tinggi berada pada kawasan tropik. Terutama pada daerah sekitar atau yang dilalui oleh garis ekuator.
Curah hujan yang tinggi sungguh kuat kepada kekayaan flora, sehingga juga turut mensugesti kekayaan fauna.
Pengertian Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh pada kala tertentu. Pengukurannya dilakukan dengan satuan tinggi diatas permukaan tanah horizontal yang diasumsikan tidak terjadi penguapan atau infiltrasi, run off, atau evaporasi.
Pengertian curah hujan juga sering disebut dengan presipitasi juga diartikan selaku jumlah air hujan yang turun pada daerah tertentu dan pada periode waktu tertentu. Jumlah curah hujan ialah volume air yang terkumpul pada permukaan bidang datar pada abad tertentu, mirip harian, mingguan, bulanan serta tahunan.
Definisi lain curah hujan, yaitu jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama kurun tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) di atas permukaan horizontal.
Secara lebih rinci, curah hujan mempunyai pengertian sebagai air hujan dengan ketinggian tertentu yang terkumpul menjadi satu dalam penakar hujan, tidak meresap, tidak mengali dan tidak menyerap (utuh dan tidak mengalami kebocoran).
Tinggi air yang jatuh dinyatakan dalam satuan milimiter. Contohnya yakni curah hujan 1 milimeter ialah ketinggian air hujan dalam luasan penampung 1 meter persegi. Jika dijumlah, maka dalam 1 meter persegi akan terkumpul 1 liter air.
Prakiraan Hujan
Terdapat beberapa sistem untuk melakukan prakiraan acurah hujan. Ada 5 komponen yang perlu ditinjau untuk menentukan apakah curah hujan pada satu kawasan tertentu akan sama dampaknya, jikalau dibandingkan dengan curah hujan pada kawasan yang lain dalam daerah tropik.

Unsur-bagian tersebut harus terdata dengan baik, sehingga mampu dipakai untuk observasi yang valid. Adanya prakiraan cuaca menolong manusia untuk menentukan kawasan persebaran yang sesuai bagi flora pangan. Selain itu, juga untuk menanggulangi efek negatif yang muncul dari curah hujan yang tinggi.
Ilmu hidrologi adalah cabang ilmu geografi yang mempelajari siklus air (sumber, pergerakan, distribusi, dan mutu) yang ada di bumi. Salah satu hal yang dipelajari dalam hidrologi ialah pendataan dan analisis curah hujan. Pengukurannya dilaksanakan di sepanjang tempat pedoman sungai (DAS), mulai dari hulu hingga muara.
5 komponen yang didata dan diukur pada DAS, antara lain:
- Intensitas Laju Hujan: Melakukan pengukuran konsentrasi curah hujan pada wilayah tertentu, yaitu dengan mengukur seberapa banyak milimeter air yang turun dalam periode waktu menit, jam, dan hari.
- Durasi Curah Hujan: Penghitungan berdasarkan berapa usang waktu curah hujan turun dalam kurun waktu menit dan jam.
- Ketinggian Curah Hujan: Pengukuran yang dilaksanakan setelah hujan reda dengan menyaksikan ketebalan atau kedalaman air dalam milimeter pada bidang datar.
- Frekuensi Periode Curah Hujan: Pengukuran yang dijalankan dengan observasi selama bertahun-tahun untuk menentukan abad curah hujan yang berlangsung secara konsisten setiap tahunnya.
- Cakupan Wilayah Curah Hujan: Mengamati frekuensi masa hujan kepada cakupan luas geografis kawasan yang terkena hujan.
Alat Pengukur Curah Hujan
Pengukuran curah hujan dapat dilakukan dengan perlindungan alat berjulukan ombrometer. Penakar hujan tersebut ialah alat pengukur jumlah curah hujan yang turun dalam skala per satuan luas.
Prinsip dan cara kerja alat ini yakni mengukur tinggi jumlah air yang tertampung atau tergenang. Misalnya pengamatan hujan dilakukan di tempat tertentu dan menerima air tampungan setingga 20 mm, maka lokasi tersebut mempunyai curah hujan sebesar 20 mm.
Berdasarkan mekanismenya, alat ombrometer dibedakan menjadi dua jenis, yaitu ombrometer manual dan ombrometer otomatis / perekam.
1. Ombrometer Manual
Ombrometer manual yakni alat penakar hujan manual berupa ember atau panampung yang telah dikenali ukuran atau diameternya.
Pengukuran curah hujan secara manual ini dilaksanakan dengan mengukur volume air secara terjadwal dan jangka waktu tertentu untuk memperoleh hasil curah hujan sebuah kawasan.
Ombrometer manual dibagi menjadi dua jenis, antara lain:
- Ombrometer Biasa
Ombrometer ini ialah alat penakar dengan cara kerja yang sangat sederhana. Bahan pembuatnya dari seng dengan tinggi 60 cm dan pipa paralon dengan tinggi 100 cm.
Air yang ditampung oleh penakar kemudian dibagi menurut parameter luas mulut dan volume air hujan. Dalam penggunaannya, alat sederhana ini diletakkan di ketinggian 120 hingga 150 cm, tetapi tentu saja belum mampu mencatat secara otomatis.
- Ombrometer Observatorium
Salah satu jenis ombrometer manual yaitu penakar hujan observatorium. Pengukuran curah hujan dilakukan dengan memakai gelas ukur dan menjadi kriteria yang umum dipakai di Indonesia.
Pengggunaan alat ini cukup gampang dan pemeliharaanya murah. Namun ombrometer observatorium memiliki kekurangan, yaitu data yang terbatas alasannya adalah cuma mampu dipakai untuk mengukur curah hujan selama 24 jam.
Selain itu, derajat kesalahan pengukuran satu alat dengan alat yang lain juga kerap terjadi dan memberikan hasil yang berlawanan.
2. Ombrometer Otomatis
Penakar curah hujan ini telah beroperasi dengan prosedur otomatis dalam pencatatannya. Hasil perhitungan yang diperoleh lebih akurat dibandingkan ombrometer manual. Selain itu, alat ini juga sanggup mengukur keadaan curah hujan tinggi maupun rendah dan melakukan pencatatan dalam waktu tertentu.
Contoh ombrometer otomatis, antara lain:
- Penakar Hujan Tipe Hellman
- Penakar Hujan Tipping Bucket
- Penakar Hujan Tipe Bendix
- Penakar Hujan Tipe Weighing Bucket
- Penakar Hujan Tipe Optical
- Penakar Hujan Tipe Tilting Siphon
- Penakar Hujan Tipe Floating Bucket
3. Automatic Weather Station
Selain ombrometer, terdapat pula alat pengukur cuaca otomatis yang jauh lebih efisien dan mempunyai kesanggupan lebih. Alat ini mampu mengukur suhu, curah hujam kelembaban, usang penyianran matahari, kecepatan dan arah angin, serta pengukuran lainnya.
Automatic Weather Station terdiri dari sensor-sensor yang melakukan pekerjaan dalam suatu metode. Penggunaan alat ini umumnya diperuntukkan dikala cuaca ekstrim seperti kemarau panjang dan angin puting-beliung.
Pencatatan otomatis secara real time dan akurat ialah keunggulan dari Automatic Weather Station. Selain itu, pada beberapa tipe Automatic Weather Station sudah dilengkapi alam pengukur ketinggian awan (ceilometer)
Metode Pengukuran Curah Hujan
Untuk mengecek jumlah curah hujan suatu wilayah, kita mampu menggunakan tata cara sebagai berikut:
1. Metode Aritmatik
Ini ialah metode yang paling sederhana dan sungguh gampang dipraktekkan. Metode aritmatik memiliki beberaoa kekurangan, ialah kurang akurat sebab bergantung pada distribusi hujan kepada ruang dan ukuran daerah aliran sungai (besar atau kecil).
Selain itu, sistem ini memiliki syarat keadaan semoga mampu mendapatkan hasil perhitungan, seperti banyaknya jumlah kawasan yang diperlukan dengan konsistensi dan konsentrasi curah hujan yang merata.
Metode ini mampu menentukan curah hujan rata-rata pada tempat anutan sungai dengan membagi beberapa wilayah pada DAS atau disebut dengan stasiun. Kemudian, pada masing-masing stasiun dikerjakan penghitungan curah hujan
Selanjutnya, jumlah curah hujan pada setiap stasiun akan ditotal, kemudian dibagi dengan jumlah kawasan perhitungan curah hujan dikerjakan. Sehingga diperoleh hasil rata-rata curah hujan pada daerah DAS yang sudah diputuskan.

2. Metode Poligon Thiessen
Merupakan tata cara penghitungan yang lebih baik ketimbang metode aritmatik. Pada tata cara ini, dilakukan perhitungan dampak letak daerah persebaran curah hujan terhadap stasiun DAS yang telah ditentukan dan diukur luasnya.
Meski lebih baik dari metode aritmatik, tetapi sistem ini lebih cocok digunakan untuk pada kawasan dengan curah hujan sedikit dan tidak merata persebarannya.
Sama halnya dengan metode aritmatik, metode ini juga mencari jumlah rata-rata curah hujan. Namun perkiraan dilakukan dengan mengalikan curah hujan stasiun dengan luas kawasan (yang sudah diputuskan dan dibatasi) stasiun.
Kemudian hasil masing-masing perhitungan setiap stasiun dijumlahkan dan dibagi dengan total luas daerah stasiun yang masuk dalam perhitungan.
3. Metode Isohyet
Perhitungan dengan metode ini jauh lebih kompleks dibandingkan 2 metode yang lain. Sehingga penggunaan metode isohyet harus memakai komputer semoga data yang diperoleh akurat dan hasil evaluasi mampu tersadar konsistensinya.
Cara perhitungan metode ini yakni dengan memilih dan membagi kawasan-kawasan sepanjang DAS yang mempunyai intensitas hujan yang serupa. Besaran curah hujan antara stasiun pertama dan kedua dijumlahkan dan dibagi dua, kemudian dikalikan dengan luas DAS stasiun pertama yang dibagi dengan luas DAS total stasiun.
Hasil tersebut ditambahkan dengan hasil perhitungan berikutnya dengan cara yang serupa (stasiun 2 + 3 kepada luas DAS stasiun 2, dan seterusnya saling berhubungan antar stasiun). Sehingga, didapatkan hasil rata-rata curah hujan pada kawasan aliran sungai.
Itulah ketiga metode perkiraan curah hujan pada daerah aliran sungai (DAS). Metode perkiraan ini sangat penting dilaksanakan untuk mengenali kurun curah hujan.
Klimatologi Global
Secara keseluruhan, total curah hujan di dunia yaitu 990 milimeter. Akan tetapi sebaran dari curah hujan tersebut tidaklah merata antara daerah satu dengan yang lain.
Kondisi klimatologi global menurut curah hujan dibagi menjadi empat tipe, adalah:
1. Wilayah Gurun
Gurun ialah dataran yang sangat luas dan sebagaian besar daerah berupa padang pasir. Suhu disini sungguh ektrim antara siang dan malam hari. Curah hujan di gurun kurang lebih hanya 250 mm per tahun.
2. Wilayah Basah
Wilayah lembap yakni kawasan yang tanahnya senantiasa basah alasannya mengandung kadar air tinggi atau jenuh air. Umumnya kawasan berair mempunyai suhu rendah dengan curah hujan yang tinggi. Kondisi hujan tinggi menjadikan suhu menjadi rendah dan intensistas penguapan kecil, sehingga wilayah tersebut selalu lembap.
3. Wilayah Westerlies
Wilayah westerlies adalah kawasan terdampak angin westerlies, adalah angin yang berhembus ke arah barat. Angin ini terjadi di kawasan Atlantik Utara menuju kawasan Eropa Barat yang menimbulkan curah hujan tahunan meraih 2500 mm di Bergen, Norwegia.
Saat musim gugur, semi, dan dingin di daerah Amerika Serikat bagian barat dan Hawaii mengalami hujan akibat kejadian tornado Pasifik. Pola hujan di seluruh Amerika Serikat bagian Tenggara, Barat tengah, Barat dan wilayah tropis menjadi tidak menenti akhir osilasi dari El-Nino.
Kekeringan semakin parah di kawasan tropis dan sub tropis, sedangkan curah hujan akan berkembangdi tempat Amerika Utara bagian Timur akibat pemanasan global.
4. Wilayah Lembab
Salah satu daerah terlembab di dunia yakni Cherrapunji yang berada di East Khasi Hills, India. Kawasan ini mempunyai curah hujan mencapai 11430 mm.
Selain itu, tempat lain yang juga memiliki kondisi sangat lembab adalah Mount Belleden Ker di Australia dengan curah hujan sekitar 8000 mm per tahun, serta Pulau Kaua’i di Kepulauan Hawaii dengan intensitas hujan 11680 mm per tahun.
Curah Hujan di Indonesia
Curah hujan yang terjadi di Indonesia dikategorikan menjadi 3 jenis sesuai pola lazim terjadinya, antara lain:
1. Tipe Ekuatorial
Tipe ekuatorial berkaitan dengan pergerakan zona konvergensi ke arah selatan dan arah utara mengikuti pergerakan semu matahari. Cirinya adalah terjadinya dua kali curah hujan maksimum bulanan dalam satu tahun. Zona ini disebut dengan Daerah Konvergensi Antar Tropik (DKAT) atau Inter-tropical Convergence Zone (ITCZ). Adanya ITCZ akan besar lengan berkuasa terhadap curah hujan di aneka macam kawasan yang dilalui ITCZ.
Pada bulan Maret dan bulan September, ITCZ berada di garis ekuator yang akan menjadikan peningkatan potensi terjadinya hujan di kawasan tersebut. Wilayah Indonesia yang mengikuti teladan ini yakni sebagian besar kawasan Sumatera dan Kalimantan.
2. Tipe Monsun
Tipe monsoon dipengaruhi oleh angin darat dan angin maritim dalam skala sungguh luas. Monsun Barat biasanya lebih lembab dan menimbulkan hujan lebih lebat dibanding Monsun Timur.
Ciri-ciri contoh monsoon adalah adanya perbedaan sangat jelas antara curah hujan pada ekspresi dominan hujan dan demam isu kemarau dalam masa waktu satu tahun.
Saat terjadi monsun timur terjadi, udara bergerak dengan jarak yang pendek di atas bahari sehingga kandungan uap air lebih minim. Sedangkan dikala monsun barat, udara bergerak dengan jarak lebih jauh di atas laut sehingga massa udaranya lebih banyak mengandung uap air. Tipe hujan ini sungguh besar lengan berkuasa di kawasan Nusa Tenggara seperti Kupang, Bali, dan Jawa.
3. Tipe Lokal
Ciri curah hujan tipe setempat dipengaruhi kondisi lingkungan setempat, mirip keberadaan bahari dan badan air, pegunungan, serta pemanasan matahari secara intensif.
Faktor pembentuknya disebabkan oleh naiknya udara ke pegunungan atau dataran tinggi alasannya adalah terjadi pemanasan lokal yang tidak sebanding. Tipe hujan ini biasanya terjadi di kawasan Maluku, sebagian Sulawesi mirip Manado dan Papua.
Jumlah curah hujan tahunan rata-rata di banyak sekali kawasan di Indonesia berkisar antara 500 mm sampai lebih dari 5000 mm. Tinggi rendahnya curah hujan dipengaruhi oleh lokasi dan ketinggian sebuah daerah. Misalnya kawasan yang terletak di pantai selatan atau barat mempunyai curah hujan lebih tinggi.
Curah Hujan di Kota-Kota Besar Seluruh Indonesia
Berikut ini yaitu data curah hujan rata-rata di banyak sekali kota besar di Indonesia yang terjadi pada tahun 2015.
| Kota | Jumlah Curah Hujan Tahunan (mm/ tahun) | Jumlah Hari Hujan (hari) |
| Medan | 975,90 | 105,00 |
| Padang | 3548,00 | 185,00 |
| Palembang | 1947,20 | 138,00 |
| Lampung | 1628,10 | 151,00 |
| DKI Jakarta | 2169,50 | 121,00 |
| Kota Bogor | 4000,00 | 320,00 |
| Bandung | 2199,30 | 177,00 |
| Semarang | 1620,70 | 140,00 |
| Surabaya | 2024,70 | 133,00 |
| Bali | 1133,80 | 124,00 |
| Samarinda | 1406,00 | 82,00 |
| Pontianak | 2757,70 | 215,00 |
| Banjarmasin | 2509,60 | 166,00 |
| Menado | 1807,00 | 127,00 |
| Palu | 460,90 | 68,00 |
| Makasar | 3382,00 | 155,00 |
| Kupang | 1163,00 | 103 |
| Jayapura | 1265,90 | 168,00 |
Dengan mengetahui manusia dapat menentukan jenis berkembang-tumbuhan yang mampu ditanam pada daerah tertentu dan pada waktu tertentu, membangun infrastruktur yang tepat, mirip bendungan, pembangkit listrik tenaga air, selokan, dan tempat penampungan air.
Hujan yang turun ke bumi merupakan sebuah berkah yang besar, namun juga dapat menjadi peristiwa bagi makhluk hidup yang ada di bumi. Curah hujan cukup, akan memberikan pengaruh positif bagi perkembangan makhluk hidup, serta akan membersihkan daratan bumi dari segala partikel zat yang berbahaya balasan polusi industri dan kendaraan bermotor.
Namun, jika curah hujan turun terlalu tinggi, maka bukan mustahil dapat menyebabkan banjir, gagal panen, kerusakan infrastruktur akhir akumulasi hujan yang turun tidak mampu ditampung.
Wilayah dengan kondisi kekurangan air hujan juga memiliki potensi bahaya kekeringan. Kondisi kekeringan menimbulkan suatu kawasan menjadi gersang dan kering, sampai yang paling parah akan menjadi daerah gurun dan hujan tidak turun sama sekali.
Comments
Post a Comment